Stunning view of Putra Mosque's domes against a bright sky, showcasing Islamic architecture.

BAB KALAM DAN BAGIAN-BAGIANNYA

(Kajian Pertama Kitab Jurumiyah)

بسم الله الرحمن الرحيم

باب الكلام

اَلْكَلاَمُ : هو اَللَّفْظُ اَلمُرَكَّبُ, اَلمْفِيدُ بِالْوَضْعِ

وَأَقْسَامُهُ ثَلاَثَةٌ : اسم وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ جَاءَ لمِعْنًى

فَالاِسْمُ يُعْرَفُ بالخفض وَالتَّنْوِينِ, وَدُخُولِ اَلأْلِفِ وَاللَّامِ, وَحُرُوفِ اَلخْفْضِ

وَهِيَ مِنْ, وَإِلَى, وَعَنْ, وَعَلَى , وَفِي, وَرُبَّ, وَالْبَاءُ, وَالْكَافُ, وَاللَّامُ,

وَحُرُوفُ اَلْقَسَمِ, وَهِيَ اَلْوَاوُ, وَالْبَاءُ, وَالتَّاءُ

وَالْفِعْلُ يُعْرَفُ بِقَدْ, وَالسِّينِ وَسَوْفَ وَتَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَةِ

وَالحْرْفُ مَا لاَ يَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيلُ اَلاِسْمِ وَلاَ دَلِيلُ اَلْفِعْل

Kalam (dalam ilmu nahwu) adalah: lafadz yang tersusun dari dua kalimat atau lebih, yang memiliki faedah dan dalam bentuk bahasa Arab.

Hafalkan nadzam Imrithi berikut ini:

كَلاَمُهُمْ لَفْظٌ مُفِيْدٌ مُسْـنَدُ      وَاْلكِلْمَةُ اللَّفْظُ اْلمُفِيْدُ اْلمُفْرَدُ

Bagian (unsur) dari Kalam adalah Kalimat yaitu:

1. Kalimat Isim,

2. Kalimat Fi’il, dan

3. Kalimat Huruf yang memiliki arti.

Hafalkan nadzam Imrithi berikut ini:

لاِسْمٍ وَفِعْلٍ ثُمَّ حَرْفٍ تَنْقَسِمْ        وَهَذِهِ ثلاَثُهَا هِىَ اْلكَلِمْ

  • Bila susunan kata dalam Bahasa Arab, lafadznya tersusun dari dua kalimat atau lebih dan bisa dimengerti maka disebut Kalam

Contoh:

قَامَ زَيْدٌ, زَيْدٌ قَائِمٌ

  • Bila susunan kata dalam bahasa Arab lafadznya terdiri dari kalimat Isim, Fi’il dan Huruf walaupun tidak mufid (tidak dipahami maksudnya) maka disebut Kalim

Contoh:

اِنْ قَامَ زَيْدٌ

  • Bila susunan kata dalam bahasa Arab lafadznya terdiri dari dua kata atau lebih yang didalamnya terdapat kalimat Isim, Fi’il dan Huruf serta mufid (dipahami maksudnya) maka disebut Kalam dan Kalim.

Contoh:

اِنْ قَامَ زَيْدٌ قام عمر

  • Bila susunan kata dalam bahasa Arab lafadznya tidak terdiri dari dua kata atau lebih yang didalamnya hanya terdapat satu kalimat Isim, satu kalimat Fi’il, satu kalimat Huruf secara lengkap, maka itu bukan Kalam dan bukan Kalim  tapi disebut Kalimah.

Contoh:

اِنْ , قَامَ , زَيْدٌ

1.   Isim (Kata Benda/Kata Sifat)

      Kalimat isim adalah kalimat yang memiliki makna dan tidak diserta zaman (waktu)

      Untuk mengetahui suatu kata sebagai kalimat isim dapat dikenali dari ciri-cirinya antara lain:

1. Bila kalimatnya dijarkan huruf akhirnya (khafadh), (jar karena menjadi mudhof ilaih atau karena mengikuti kalimat ain yang dijarkan misal menjadi athaf, sifat/naat, taukid, badal)

2. Bila huruf akhirnya ditanwin,

3. Bila kalimatnya didahului Alif dan Lam (al)

4. Bila kalimatnya kemasukan huruf jar (khafadh) yang huruf-hurufnya antara lain dibawah ini::

مِنْ -dari, 

إِلَى -ke, 

عَنْ -dari, 

عَلَى -di atas, 

فِي -di, 

رُبَّ -jarang, 

بِ -dengan, 

كَ -seperti, 

لِ -untuk,

Huruf qasam/sumpah (yaitu yaitu: و, ب dan ت).

Contoh: والله  (Demi Allah)

Hafalkan Nadzam Imrithi dibawah ini:

فاَلاٍسْمُ بِالتَّنْوِيْنِ وَالْخَفْضِ عُرِفْ       وَحَرْفِ خَفْضٍ وَبِلاَمٍ وَاَلِفْ

2.    Fi’il (Kata Kerja)

  1. Pengertian Fi’il

Kalimat fi’il adalah kalimat yang bermakna dan disertai zaman/waktu. Dalam Bahasa Indonesia kalimat ini disebut Kata Kerja

  • Bila kalimat tersebut mengandung waktu lampau disebut Fi’il Maadhi.

          Contohnya:

          نصر  artinya : Telah menolong

  • Bila kalimat tersebut mengandung waktu sekarang atau akan dalang disebut Fi’il Mudhore

      Contohnya:

      ينصر  artinya : sedang/akan menolong

  • Bila kalimat tersebut mengandung waktu yang akan datang dan perintah maka disebut Fi’il Amar

Contohnya:

 انصر  artinya : Tolonglah

  • Ciri-ciri Kalimat Fi’il

Fi’il dapat dikenali bila didahului oleh:

  1.  قَدْ (sungguh/terkadang),
  2.  سَ (akan),
  3.   سَوْفَ (akan), 
  4. تَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَةِ (ta’ ta’nits yang mati/bersukun).

Hafalkan Nadzam Imrithi dibawah ini:

وَاْلفِعْلُ مَعْرُوْفٌ بِقَدْ وَالسِّيْنِ      وَتَاِءتَأْنِيْثٍ مَعَ التَّسْكِيْنِ

وَتَا فَعَلْتَ مُطْلقًا كَجِئْتَ لِى      وَالنُّوْنِ وَاْليَا فِى افْعَلَنَّ وَافْعَلِى

3.  Huruf

Huruf indikasinya adalah sesuatu yang tidak memenuhi ciri-ciri isim dan fi’il, atau bisa dikatakan tidak memiliki tanda.

Hafalkan Nadzam Imrithi dibawah ini:

وَاْلحَرْفُ لمَ ْيَصْلُحْ لَهُ عَلاَمَةْ       اِلاَّ انْتِفَا قُبُوْلِهِ اْلعَلاَمَةْ

  • Huruf dalam cabang ilmu nahwu, tidak dapat diketahui makna sebenarnya apabila ia sendirian atau tidak disandarkan dengan kata lainnya.
  • Apabila huruf disandarkan dengan kata lainnya maka pengertian huruf dalam ilmu nahwu menjadi sempurna. Salah satu contohnya lafadz  مِنْ (dari) kata tersebut tidak mempunyai makna yang jelas jika tidak disandarkan pada kata lainnya (isim).
  • Apabila kata tersebut tidak ditambahkan atau disandarkan kata lainnya maka artinya hanya “dari” tanpa ada makna yang jelas didalamnya.
  • Akan tetapi jika kata tersebut ditambahkan dengan kata yang lain maka ia akan mempunyai makna atau maksud tertentu.

Misalnya خَرَجَ مِنَ الْفَصْلِ (dia telah keluar dari kelas).

Maka kata tersebut saat ini sudah mempunyai makna atau tujuan yang jelas sehingga mudah dipahami.

  • Selain itu huruf dalam ilmu nahwu juga mempunyai arti:

الحَرْفُ هُوَ مَا لاَ يَصْلُحُ مَعَهُ دَلِيْلُ الإِسْمِ وَلَا دَلِيْلُ الفِعْلِ

Huruf adalah kata yang tidak kayak jika disertai tanda isim dan tanda fi’il.

Dalam bahasa Arab dikenal beberapa kategori huruf, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam:

  1. Huruf Mabani حُرُوْفُالمَبَانِي ), yaitu huruf-huruf yang merangkai sebuah kata. Huruf-huruf seperti ini juga biasa disebut dengan huruf hijaiyyah atau huruf ejaan. Huruf-huruf seperti ini tidak termasuk kategori kata, sehingga tidak termasuk dalam kategori pembagian kata/kalimat dalam bahasa Arab.

Contoh: أ – ب – ت – ث – ج – ح – خ

  • Huruf Ma’ani ( حُرُوْفُ المَعَانِي ), yaitu huruf yang pada prinsipnya membawa makna yang melekat pada dirinya, meskipun makna tersebut belum bisa dipahami sebelum dirangkaikan dengan kata yang lain. Jenis huruf inilah yang menjadi salah satu kategori kata/kalimat dalam pembagian kata dalam bahasa Arab.

Catatan: Istilah-istilah yang perlu difahami dalam bab ini, yaitu:

  1. Kalam (كلام) dalam bahasa Arab berarti sebuah kalimat (dalam bahasa Indonesianya). Sedangkan Kalimat (كلمة) dalam bahasa Arab berarti sebuah kata (dalam bahasa Indonesianya). Pengertian Kalimat  (كلمة) adalah: setiap suara yang mengandung huruf hijaiyyah. Contoh: زَيْدٌ.
  • Fi’il adalah: kalimat yang menunjukkan arti dengan sendirinya yang disertai dengan salah satu zaman 3; madhi (lampau), hal (sedang) dan istiqbal (yang akan datang).
  • Isim adalah: kalimat yang menunjukkan arti dengan sendirinya yang tidak disertai dengan zaman, contoh: زَيْدٌ, كِتَابٌ .
  • Huruf adalah: kalimat yang tidak bisa menunjukkan arti jika tidak disertai kalimat yang lain, contoh: هَلْ, فِيْ, لَمْ.

Kalam menurut para ulama Nahwu adalah lafadz yang tersusun yang memberi faidah dengan menggunakan bahasa arab.

Untuk memahami pengertian ini, kita perlu mempelajari lebih dalam apa yang dimaksud dengan lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i. Sehingga kita bisa mengetahui secara utuh apa itu kalam.

1. Lafadz

Yang dimaksud dengan lafadz adalah suara/ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Misalnya lafadz “kitaabun” (كتاب), “masjidun” (مسجد) dan “Zaidun” (زيد).

Lafadz-lafadz tersebut merupakan ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah.

Beda dengan suara klakson, suara gemercik air, dan suara-suara yang tidak mengandung huruf hijaiyah maka itu tidak termasuk lafadz. Dan jika bukan lafadz, maka tidak bisa disebut kalam.

Lafadz terbagi dua. Ada lafadz muhmal dan ada lafadz musta’mal.

Lafadz muhmal, adalah lafadz yang tidak berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah tapi tidak terpakai. Contoh kita secara ngasal berucap “Jajaban juba” (ججبن جوبا) atau “daizun” (ديز) yang entah apa artinya.

Ucapan tersebut termasuk lafadz karena merupakan suara lisan yang mengandung huruf hijaiyah. Hanya saja, lafadz tersebut tergolong lafadz muhmal, karena tidak dipakai dan tidak pula memiliki arti.

Lafadz musta’mal, adalah lafadz yang berguna, yakni ucapan lisan yang mengandung huruf hijaiyah dan digunakan. Contohnya lafadz “kitaabun” (كتاب), “masjidun” (مسجد) dan “Zaidun” (زيد). Lafadz-lafadz tersebut biasa digunakan dalam percakapan. Kitaabun diucapakan merujuk pada buku, masjid merujuk tempat ibadah dan Zaid adalah nama orang.

2. Murakkab (Tersusun)

Murakkab adalah sesuatu yang tersusun dari dua susunan kata atau lebih. Sehingga bila suatu lafadz hanya terdiri dari satu kata, maka lafadz tersebut bukan murakkab.

Contoh lafadz murakkab:

زَيْدٌ قَائِمٌ

Artinya: “Zaid adalah yang berdiri”

Kalimat “zaidun qoimun” (زَيْدٌ قَائِمٌ) merupakan murakkab karena tersusun dari dua kata, yakni kata زيد dan kata قائم.

Apabila hanya زيد saja atau قائم saja, maka itu bukan murakkab karena tidak tersusun. Dan jika bukan murakkab, maka tidak bisa disebut kalam.

Adapun murakkab yang menjadi syarat kalam adalah murakkab isnadiy, bukan murakkab tarkib majzi dan murakkab idlofiy.

3. Mufid (Memberi Faidah)

Mufid artinya ucapan yang memberi faidah/ makna. Sehingga seseorang yang mendengar ucapan tersebut tidak mempertanyakan dan tidak penasaran lagi mendengarnya. Dan bisa diam dengan nyaman. Dengan kata lain lafadz mufidz itu lafadz yang sudah sempurna susunan kalamnya, bila mubtada sudah ada khabarnya.

Contoh lafadz mufid,

زَيْدٌ قَائِمٌ

Artinya: “Zaid adalah yang berdiri”

Ucapan di atas mufid. Karena sudah memberikan makna dengan susunan sempurna.

Contoh ucapan yang tidak mufid:

اِنْ قَامَ زَيْدٌ

Artinya: “Jika zaid berdiri,”

Ucapan di atas tidak mufid karena tidak memberikan makna sempurna. Sebab dalam ucapan tersebut terkandung kata “in” (اِن) yang artinya “jika”. Dimana “in” termasuk huruf syarat yang membutuhkan jawab.  Biasanya jawabnya memiliki arti “maka”. Sedangkan di sini jawabnya tidak ada.

Sehingga maknanya menjadi membingungkan. Orang yang mendengar ucapan tersebut akan penasaran dan tidak nyaman. Oleh karena itu lafadz اِنْ قَامَ زَيْدٌ tidak mufid, sehingga tidak bisa disebut kalam.

4. Bil Wadl’i

Adapun bil wadh’i (بالوضع) sebagian ulama menafsirkannya dengan maksud (بالقصد). Maka perkataan orang yang tidur dan lengah/lalai tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu.

Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan bahasa Arab (العربي) maka perkataan orang ‘ajam/non Arab seperti Turki, Barbar tidak dinamakan kalam menurut ulama nahwu.

Berikut ini contoh kalam yang sudah memenuhi empat syarat (Berupa lafadz, murakkab, mufid dan bil wadl’i) adalah sebagai berikut:

مَنْ جَدَّ وَجَدَ

Artinya, “Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil.”

Ucapan di atas merupakan kalam karena sudah memenuhi 4 syarat, yakni

  1. lafadz, berupa ucapan yang mengandung huruf hijaiyyah,
  2. murakkab, karena tersusun dari beberapa kata,
  3. mufid, karena memberi faidah berupa makna sempurna, dan
  4. bil wadl’i, berupa bahasa arab.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *